Selasa, 25 Februari 2020

HEADLINE: Banjir Sentuh Istana Kepresidenan, Sinyal Darurat Penanganan Banjir Jakarta?

https://twitter.com/home?lang=id
https://www.pinterest.ca/evafransisca458/

Liputan6.com, Jakarta - Selasa 25 Februari 2020 menjadi hari yang melelahkan bagi Rinaldo. Bagaimana tidak, biasanya pegawai swasta di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, ini hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke kantor dari kediamannya di Ciledug dengan Transjakarta. Tapi hari itu, dia harus kerja keras mencari sarana transportasi yang bisa menembus ke kantornya. Alhasil, Naldo, sapaan akrab dia, butuh 4 jam lebih untuk bisa sampai kantornya.

Berangkat pukul 05.00 WIB dari halte Transjakarta Ciledug, Rinaldo sempat merasa nyaman dengan kondisi jalanan yang melenggang lancar di ketinggian menuju Kuningan, Jakarta Selatan. Cuaca hujan dan banjir di sejumlah titik di Jakarta, tidak berdampak di awal-awal perjalanan.

Sebelum akhirnya situasi berubah saat Transjakarta sudah turun dari jalan layang. Bus tak bisa sampai ke halte Latuharhari Jakarta Pusat, tempat dia biasa turun. Penyebabnya, genangan air menuju halte Latuharhari tidak memungkinan untuk diterobos bus kebanggaan warga Jakarta tersebut.

Semua penumpang pun diturunkan di halte Kuningan Madya (seberang kantor KPK lama atau Wisma Bakrie). Penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta Pusat seperti Menteng, Senen, Monas, tidak bisa melanjutkan perjalanan. Petugas mengarahkan penumpang yang mau ke Jakarta Pusat, agar naik dari halte Mampang Prapatan kemudian melanjutkan dengan bus rute Jakarta Pusat via Gatot Subroto dan Semanggi.

BACA JUGA HALAMANPrediksi Togel Hongkong Hari Rabu 26 Januari 2020

Naldo pun mengikuti arahan petugas tersebut. Namun, masalah belum berakhir, halte Mampang Prapatan yang menjadi tujuan ternyata penuh dengan penumpang yang tidak terangkut oleh bus Tranjakarta. Kondisi halte yang berjubel tidak memungkinkan Naldo turun.

Kondisi halte sesak penumpang juga terjadi di halte sesudah Mampang Prapatan, yakni halte Duren Tiga, Imigrasi, Warung Jati, Buncit Indah, Pejaten, Jati Padang hingga Halte Deptan. Semuanya penuh dan sulit untuk turun di situ. Alhasil, Rinaldo pun bablas hingga halte terakhir Ragunan.

Dari halte Ragunan, baru dia melanjutkan perjalanan menggunakan Transjakarta rute Ragunan-Monas via Semanggi. Rinaldo turun di Halte Sarinah Jakarta Pusat dan melanjutkan perjalanan ke Gondangdia menggunakan ojek online. Tepat pukul 09.12 WIB dia tiba kantornya dengan kondisi lunglai kecapekan. 

"Banjir di mana-mana. Sepanjang jalan tadi dari Ragunan banyak kawasan yang tergenang, Gedung LIPI, Bendungan Hilir, dekat Stasiun Sudirman juga," ujarnya mengisahkan perjalanannya kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2020).

Hujan yang mengguyur Jakarta Senin malam 24 Febriari 2020 hingga Selasa (25/2/2020) pagi, menjadi mimpi buruk bagi warga ibu kota. Banjir menggenangi sejumlah titik, merata di lima wilayah. Pusat perkantoran hingga pusat perbelanjaan tergenang. Tak cukup itu, Istana Kepresidenan, tepat Presiden Jokowi menjalankan tugasnya juga tak luput dari banjir.

Banjir Istana diketahui dari video dan foto yang diberikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dalam foto tersebut tampak air menggenang di sekitar masjid di area istana. Sementara dalam video juga terlihat air menggenang di lorong bagian luar istana. Banjir di istana tak berlangsung lama, sekitar pukul 07.00 WIB, banjir sudah surut.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menyatakan, dalam kondisi darurat banjir saat ini, mau tidak mau Istana harus dikorbankan. Pintu Karet harus terbuka. Karena kalau tidak, Banjir Kanal Barat bisa saja jebol.

Yayat mengatakan, banjir yang sempat menggenani area istana adalah tanggungjawab Pemerintah DKI Jakarta selalui pengelolah kota.

"Tapi sudahlah, bencana ini sudah ada di depan mata. Kalau mencari yang salah siapa, kita repot. Satu-satunya cara yang kita lakukan saat ini adalah bagaimana segera menyelesaikan bencana ini, evakuasi penyelamatan, dan sebagainya," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2020).

Yayat menyatakan, kondisi lingkungan yang parah, plus curah hujan tinggi yang jatuh pada lokasi yang paling sensitif di Jakarta, yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, membuat air hujan tak tertampung. Kondisi diperparah dengan drainasenya buruk yang menyebabkan saluran air tidak maksimal mengalir jadi malapetaka banjir.

"Jadi bisa dikatakan, Jakarta sudah tidak siap lagi menampung intensitas hujan yang rata-rata di atas 100 (mm/mili liter)," katanya.

Yayat mengimbau Pemprov DKI Jakarta untuk merevisi ulang program penanggulangan banjir yang sudah dilakukan selama ini.

"Apakah program yang dijalankan bersinergi nggak dengan persoalan di lapangan sekarang. Yang dikhawatirkan program yang dilaksanakan sekarang itu nggak nyambung dengan masalah yang terjadi di lapangan sekarang," paparnya.

Sejumlah program penanganan banjir seperti melanjutkan program normalisasi harus dilakukan.

"Naturalisasi itu sebetulnya yang mana? Apakah naturalisasi tetap dijalankan? Yang saya lihat naturalisasi numpang di normalisasi sekarang ini yang di Banjir Kanal Barat. Artinya bentang alami, kan itu justru hanya sekedar pekerjaan menata bantaran Banjir Kanal Barat," ungkapnya.

Pengamat Tata Kota lainnya, Nirwono Joga menyatakan, banjir yang terulang di Jakarta saat ini menunjukkan memang tidak ada penanganan pembenahan sungai dan perbaikan saluran air yang  signifikan.

BACA JUGA HALAMANCERITA DEWASA PERTAMA KALI MESUM TERASA NIKMAT

"Gubernur DKI tidak ada upaya serius pencegahan banjir. Sejak awal Januari hingga hari ini banjir. Tapi tidak ada upaya serius penanganan. Inilah yang membuat frustasi warga, terutama terdampak banjir," katanya kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2020).

Dia menyatakan, Jakarta memang rawan banjir dari dulu. Yang membedakan adalah gubernurnya serius apa tidak mengatasi banjir.

"Misal mulai dari membenahi bantaran sungai, merehabilitasi saluran air, merevitalisasi situ danau embung waduk, memperbanyak RTH baru untuk daerah resapan air. Itu yang tidak dilakukan Anies dalam dua tahun ini. Konsekuensinya ya banjirnya tidak teratasi," ungkapnya.

Nirwono menambahkan, banjir Jakarta termasuk yang sempat merendam Istana menjadi tanggungjawab Pemprov DKI Jakarta. Ini akibat tidak berfungsinya optimal saluran air di sekitar istana dan kurangnya perawatan sungai.

"Saluran air sekitar (istana) harus direhabilitasi, baik dimensi lebar saluran, keterhubungan antar saluran, dan perawatannya," katanya.

Selain itu, optimalisasi halaman Istana dan lapangan monas sebagai daerah resapan air menjadi hal yang harus dilakukan. "Sediakan kolam penampung bawah tanah. Pastikan sungai di sekitar Istana dipelihara dengan baik, bebas sampah,"pungkas Nirwono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar